24 Mayıs 2016 Salı

Fasisme, Rasisme Dan Darwinisme

Fasisme, Rasisme Dan Darwinisme

Kita dapat membuat daftar ciri-ciri khas utama fasisme seperti konsep-konsep otoriter atau hukum negara yang diktatoris, dan kebijakan luar negeri yang agresif. Namun di samping semua ini, karakteristik yang benar-benar dominan adalah rasisme. Jika kita menelaah ideologi Nazi khususnya, kita dapat melihat bahwa rasisme lah yang membuat fasisme seperti adanya. Kaum Nazi bangkit dengan mimpi membangun hegemoni ras Aria, yang mereka yakini sebagai ras unggul, di seluruh dunia, sebuah gagasan yang menjadi dasar semua kebijakan dan ukuran sosial mereka. Dalam ucapan Wilhelm Reich, “Teori ras adalah poros teoritis fasisme Jerman.” 78
Grodins book
Rasisme juga merupakan ideologi fundamental pada rezim-rezim fasis lainnya, seperti rezim Mussolini dan Franco, walau tidak sejauh pada Nazi. Mussolini menyebutkan bahwa kaum Romawi yang memerintah Kekaisaran Roma adalah sebuah “ras unggul”, dan bahwa orang-orang Italia, sebagai keturunan mereka, juga memiliki sifat unggul ini. Penaklukan Ethiopia didasarkan pada ide ras unggul ini, dan bahwa orang-orang Ethiopia yang berkulit hitam ini harus tunduk kepada orang Italia, sesuai dengan apa yang dianggap sebagai hirarki rasial alamiah. Franco mengemukakan klaim serupa untuk Spanyol.
Fasisme Jepang, yang berkembang sebelum Perang Dunia II dan merupakan bagian dari aliansi Hitler-Mussolini, juga mengidap suatu kompleks kejiwaan “ras unggul”. Dalam New York Times tanggal 14 Agustus 1942, Otto D. Tolischus menulis tentang sebuah buku kecil terbitan Tokyo dari Profesor Chikao Fujisawa, salah seorang tokoh pemikiran politik dan filsafat Jepang,;
Menurut buku kecil ini, yang dicetak untuk penyebaran seluas-luasnya, Jepang sebagai tanah air asli ras manusia dan peradaban dunia, sedang berjuang dalam perang suci untuk mempersatukan kembali seluruh umat manusia yang sedang berperang ke dalam satu rumah tangga universal di mana setiap bangsa akan mengambil tempatnya yang selayaknya di bawah kedaulatan agung Kekaisaran Jepang, yang merupakan keturunan langsung dari Dewi Matahari dalam “pusat kehidupan kosmik absolut”, dari mana asal mula bangsa-bangsa itu sebelum tersesat, dan ke mana mereka harus kembali. 79
Yang menarik, aliansi negara-negara fasis dibangun di antara kelompok-kelompok yang masing-masingnya memandang diri mereka sebagai “ras superior”. Sebagai contoh, kaum Nazi tidak keberatan dengan klaim ras unggul Jepang, bahkan malah membesarkan hati mereka dengan menggambarkan Jepang sebagai “bangsa Aria kehormatan”.
Namun, apakah akar rasisme yang menjadi dasar bagi semua rezim dan gerakan fasisme? Kita akan menemukan jawaban bagi pertanyaan tersebut dalam bab ini.
hitler, superior race, honorary Aryans
In order to gain them as an ally, the Nazis did not oppose the Japanese's claims of being the "superior race," and even honored them as "honorary Aryans."

Rasisme dan Darwinisme

Dalam bab-bab terdahulu pada buku ini, kita melihat bahwa rasisme adalah bagian dari budaya pagan, dan bahwa meskipun rasisme sempat musnah seiring dengan munculnya agama-agama ketuhanan, paham ini kembali ke Eropa pada abad ke-18 dan 19. Penyebab terbesar di balik ini adalah akibat paham “Darwinisme” menggantikan kepercayaan Kristiani bahwa “Tuhan menciptakan manusia sama derajat”. Dengan mengemukakan bahwa manusia telah berevolusi dari makhluk-makhluk yang lebih primitif, dan bahwa beberapa ras telah berevolusi lebih jauh dibanding ras lainnya, Darwinisme telah memberikan kedok ilmiah bagi rasisme.
Houston Stewart Chamberlain
The official founder of racism, Houston Stewart Chamberlain.
Pendeknya, Darwin adalah bapak bagi rasisme modern. Teorinya telah diambil dan diulas oleh para penggagas “resmi” teori ras modern seperti Arthur Gobineau dan Houston Stewart Chamberlain, dan ideologi rasis yang muncul ini kemudian dipraktikkan oleh Nazi dan kaum fasis lainnya. James Joll, yang bertahun-tahun menjadi profesor sejarah di berbagai universitas seperti Oxford, Stanford dan Harvard, menjelaskan hubungan antara Darwinisme dan rasisme dalam bukunya Europe Since 1870, yang masih diajarkan sebagai buku teks di universitas:
Charles Darwin, seorang penyelidik alam dari Inggris yang bukunya On the Origin of Species, terbit tahun 1859, dan The Descent of Man yang kemudian menyusul tahun 1871, mengobarkan kontroversi yang mempengaruhi banyak cabang dari pemikiran Eropa… Gagasan-gagasan Darwin dan orang-orang sejamannya seperti filsuf Inggris Herbert Spencer, … serta merta dipergunakan untuk persoalan-persoalan yang jauh dari sains … Unsur Darwinisme yang tampak paling dapat diterapkan dalam pembangunan masyarakat adalah keyakinan bahwa jumlah populasi yang melebihi sarana pendukung mengharuskan perjuangan terus menerus untuk bertahan hidup, di mana yang terkuat atau yang “terbaik” yang akan menang. Dari sini, mudah bagi sebagian pemikir sosial untuk memberi kandungan moral pada ungkapan yang terbaik, sehingga spesies atau ras yang mampu bertahan adalah mereka yang pantas secara moral.
Oleh karena itu, doktrin seleksi alam dengan sangat mudah dapat dihubungkan dengan rangkaian pemikiran lain yang dikembangkan oleh penulis Prancis, Count Joseph-Arthur Gobineau, yang menerbitkan Esai tentang Ketidaksetaraan Ras Manusia pada tahun 1853. Gobineau menekankan bahwa faktor terpenting dalam pembangunan adalah ras; dan bahwa ras-ras yang tetap unggul adalah yang menjaga kemurnian rasnya tetap utuh. Dari ras-ras ini, menurut Gobineau, ras Aria lah yang paling mampu bertahan… Adalah… Houston Stewart Chamberlain yang telah berjasa membawa gagasan ini satu tingkat lebih tinggi… Hitler sendiri cukup mengagumi sang penulis ini [Chamberlain] hingga ia mengunjunginya menjelang kematiannnya pada tahun 1927. 80
Bab-bab terdahulu dalam buku ini menjelaskan bagaimana ahli biologi evolusionis Jerman Ernst Haeckel merupakan salah satu bapak spiritual Nazisme yang terpenting. Haeckel membawa teori Darwin ke Jerman, dan merumuskannya menjadi sebuah program yang siap digunakan oleh Nazi. Dari para rasis seperti Arthur Gobineau dan Houston Stewart Chamberlain, Hitler mengadopsi sebuah rasisme yang berorientasi politis, dan dari Haeckel sebuah pendekatan biologis. Pengkajian mendalam akan mengungkap bahwa para rasis ini memperoleh inspirasinya dari Darwinisme.
hitler, Darwinism
Hitler's idea of a hierarchy and conflict between the races was inspired by Darwinism.
Tentu saja, pengaruh Darwinisme yang dalam dapat ditemukan dalam semua ideologi Nazi. Ketika kita mengkaji teori Nazi, yang dibentuk oleh Hitler dan Alfred Rosenberg, kita melihat di dalamnya konsep-konsep seperti “seleksi alam”, “perkawinan selektif”, dan “perjuangan untuk bertahan hidup di antara ras-ras”, semua yang diulang-ulang ribuan kali dalam buku Darwin The Origin of Species. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, judul buku karya HitlerMein Kampf terinspirasi oleh prinsip-prinsip Darwin bahwa kehidupan merupakan perjuangan terus-menerus untuk bertahan hidup, dan mereka yang tampil sebagai pemenang akan bertahan hidup. Dalam buku tersebut, Hitler berbicara tentang perjuangan di antara ras-ras, dan berpendapat bahwa “Sejarah akan mencapai puncaknya dengan munculnya sebuah kerajaan milenial baru dengan kemegahan yang tiada taranya, berdasarkan pada sebuah hirarki rasial baru yang telah ditetapkan oleh alam itu sendiri.”81
Dalam rapat umum partai di Nuremberg tahun 1933, ia menyatakan bahwa “ras yang lebih tinggi memperbudak ras yang lebih rendah bagi dirinya…. suatu hak yang kita lihat di alam dan dapat dianggap sebagai satu-satunya hak yang mungkin.”82
Bahwa Nazisme dipengaruhi oleh Darwinisme diterima secara luas oleh hampir semua sejarawan yang ahli mengenai periode ini. Peter Chrisp mengungkapkannya dalam The Rise of Fascism sebagai berikut:
Ketika pertama kali dipublikasikan, teori Charles Darwin bahwa manusia telah berevolusi dari kera ditertawakan orang. Namun, kemudian teori ini diterima secara luas. Kaum Nazi menyimpangkan teori-teori Darwin, menggunakannya untuk membenarkan peperangan dan rasisme.83
Sejarawan R. Hickman mengungkapkan pengaruh Darwinisme terhadap Hitler sebagai berikut:
(Hitler) adalah seorang pengikut dan penyebar evolusi yang setia. Betapapun dalam, berat, dan kompleks penyakit jiwanya, bisa dipastikan bahwa (konsep perjuangan adalah penting karena)… bukunya, Mein Kampf, dengan jelas mengajukan sejumlah gagasan evolusioner, terutama yang menekankan tentang perjuangan, yang terkuat bertahan hidup, dan pemusnahan kaum lemah untuk menghasilkan masyarakat yang lebih baik. 84

Teori Nazi tentang Ras

Dalam buku The Mass Psychology of Fascism, Wilhelm Reich menjelaskan teori Nazi tentang ras:
Teori ras berawal dari perkiraan bahwa perkawinan eksklusif dari setiap binatang dengan spesiesnya sendiri adalah “hukum besi” di alam. Hanya kondisi luar biasa, seperti pengandangan, yang mampu menyebabkan pelanggaran hukum ini dan membawa kepada percampuran rasial. Ketika ini terjadi, bagaimanapun, alam membalas dan menggunakan segala cara untuk melawan pelanggaran itu, baik dengan membuat keturunannya steril atau dengan membatasi kesuburan keturunan selanjutnya. Di dalam setiap perkawinan campur antara dua makhluk hidup dari “tingkat” yang berbeda, keturunan kalau perlu akan menampilkan bentuk antara. Tetapi alam bertujuan untuk pembiakan kehidupan yang lebih tinggi; oleh karena itu penurunan derajat bertentangan dengan keinginan alam. Seleksi alam juga berlangsung di dalam perjuangan sehari-hari untuk bertahan hidup, di mana si lemah, misalnya, yang rendah secara ras, musnah. Ini konsisten dengan “keinginan alam”, karena setiap perbaikan dan pembiakan yang lebih tinggi akan menyebabkan si lemah, yang berada dalam mayoritas, akan menyesaki si kuat, yang merupakan minoritas. 85
Sebagaimana kita lihat, premis biologis yang membangun dasar bagi teori Nazi tentang ras adalah Darwinisme “murni”. Gagasan tak masuk akal seperti bahwa alam bertujuan untuk “mendorong spesies unggul berevolusi”, bahwa ia menggunakan seleksi untuk mencapai tujuan ini, dan bahwa kaum lemah mau tak mau harus disingkirkan, semuanya merupakan khas Darwinian.
Nazi racial theory
Nazi racial theory maintained that, in order to maintain the so-called purity of the German races, mixed marriages had to be prevented. Little girls, brought out at the Nuremberg rallies and ordered to offer Nazi salutes, were used as symbols of the Nazi idea of the "master race."
Pandangan-pandangan evolusionis ini, yang tidak memiliki landasan ilmiah, dan hanya merupakan pengolahan ulang dari absurditas pagan tentang “menganggap kesadaran berasal dari alam”, akhirnya mencapai titik puncaknya dalam kebiadaban Nazi. Teori evolusi dipraktikkan dalam masyarakat manusia, kembali dengan cara yang sesuai dengan Darwinisme. Wilhelm Reich melanjutkan:
Sosialis Nasional melanjutkan upayanya mempergunakan apa yang dianggap hukum alam ini kepada manusia. Garis pemikiran mereka adalah sebagai berikut: Pengalaman historis mengajarkan bahwa “pencampuran darah orang Aria” dengan orang-orang “rendahan” selalu menghasilkan degenarasi pada para pendiri peradaban. Tingkat ras unggul menjadi menurun, diikuti dengan kemunduran fisik dan mental; hal ini menandai dimulainya “kemerosotan” yang terus-menerus. Benua Amerika Utara akan tetap kuat, ujar Hitler, “selama dia (penduduk asal Jerman) tidak menjadi korban pencemaran darah”, dengan kata lain, selama mereka tidak kawin campur dengan orang-orang non-Jerman.86
Kala Hitler mengungkapkan “Jika tidak ada orang-orang Jerman Nordik, maka yang tersisa hanyalah tarian kera,” dia melandaskan pemikiran pada gagasan-gagasan Darwinis bahwa manusia telah berevolusi dari kera, sehingganya sebagian manusia masih memiliki status “kera”.87
RACISM, WHICH EQUATES AFRICANS WITH APES
RACISM, WHICH EQUATES AFRICANS WITH "APES"
This drawing reflects the theory of Social Darwinism which developed in the 19th century. The branches of the tree contain a chimpanzee, a gorilla, an orang utang and an African. This villainous hatred of black-skinned people was one of the founding principles of Nazism.
Logika ini adalah sebuah konsekuensi dari cara pandang bahwa manusia adalah suatu spesies hewan, dan bahwa terdapat ras-ras “unggul” dan “rendahan” di dalamnya. Inilah tesis yang diungkapkan Darwin dalam The Descent of Man and The Origin of Species. Semua tindakan kaum Nazi adalah untuk mempraktikkan teori Darwin.
Kebenaran mengenai masalah ini adalah bahwa keunggulan manusia tidak ditentukan oleh ras. Dari ras apa pun juga, mereka tetap manusia. Setiap manusia diciptakan dan ditempatkan oleh Allah. Demikian Al Quran mengungkapkan kebenaran ini:
;Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujuraat, 49: 13
Ayat di atas begitu jelasnya. Dari kriteria apa pun manusia dinilai di dunia ini, dalam pandangan Tuhan, keunggulan manusia ditentukan oleh kedekatannya kepada Tuhan, dan rasa takut terhadap-Nya.
Seseorang atau sekelompok orang yang menganggap suatu ras lebih unggul, atau mencoba untuk menunjukkan seperti itu, adalah menipu diri sendiri.
Setiap orang akan menghadap Tuhan pada Hari Perhitungan, dan akan dipanggil untuk menanggung perbuatannya sendirian. Semua atribut yang ia anggap sebagai anugerah keunggulan di dunia, sama sekali tidak akan bermanfaat baginya saat itu. Berlawanan dengan perkiraan, mereka yang menetapkan kriteria di luar yang ditetapkan Tuhan, yang mengklaim bahwa mereka unggul dan menindas kaum lain, dan mencoba untuk memperoleh kekuatan dengan menghancurkan yang lemah, pasti akan mendapat balasan atas segala perbuatan mereka, baik di dunia maupun di akhirat. Dalam ayat suci Al Quran, keniscayaan ini diperlihatkan dalam ayat berikut:
;…karena kesombongan di muka bumi dan karena rencana yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan sunnah kepada orang-orang yang terdahulu ka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu. Dan apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka, sedangkan orang-orang itu adalah lebih besar kekuatannya dari mereka? Dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. “ (QS. Faathir, 35: 43-44)
“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.” (QS. 42: 42)

Implementasi Teori-Teori Darwinis di Dalam Masyarakat: Politik Nazi

Menurut ideologi Nazi, ras-ras terbagi dalam tiga kategori dasar. Yang pertama adalah “ras-ras yang sedang membangun peradaban”, yakni bangsa Jerman dan bangsa-bangsa di belahan utara lainnya. “Ras-ras pengikut peradaban”, adalah ras yang tidak memiliki kekuatan untuk memajukan peradaban, melainkan ras-ras “biasa” yang hanya mampu meniru. Hitler memasukkan bangsa-bangsa semacam Cina dan Jepang ke dalam kelompok kedua ini.
Nazi Sentiments From An Early Age
Nazi uniforms,German society
Hitler wanted to shape all of German society according to the Nazi ideology. He tried in particular to instill devotion to it among children and young people. Even primary school children were expected to offer Nazi salutes and wear Nazi uniforms.
Kategori ketiga terdiri dari “ras-ras penghancur peradaban”, seperti bangsa Yahudi, Slavia dan Afrika.
Ideologi Nazi menganggap pencampuran ras Jerman dengan ras-ras “rendahan” merupakan sebuah “kekeliruan biologis”. Hitler mengatakan, “Pencampuran ras yang lebih tinggi dengan ras yang lebih rendah jelas-jelas bertentangan dengan tujuan alam dan mengakibatkan kepunahan ras Aria…. Di mana darah Aria telah bercampur dengan bangsa yang lebih rendah, hasilnya adalah kepunahan para pengusung kebudayaan.”88
German children
German children being reared as the SS officers of the future.
Karenanya, begitu Nazi berkuasa, mereka berusaha untuk memperbaiki apa yang dinamai “kekeliruan evolusioner” ini. Hitler memberlakukan sejumlah undang-undang hingga akhir tahun 1933 itu, dan proses pembersihan ras pun dimulai. Hanya yang berdarah Jerman saja yang dianggap sah sebagai warga negara dan mendapat perlakuan khusus. Pada bulan Juni 1933, keluarlah undang-undang yang menyingkirkan bangsa gipsi, Afrika, Yahudi, dan para penyandang cacat dari masyarakat. Hitler membela kebijakannya:
Pencampuran darah, yang mengakibatkan penurunan tingkat biologis ras ini, merupakan satu-satunya penyebab dekadensi peradaban-peradaban terdahulu. Karena adalah fakta bahwa berbagai bangsa tidak musnah karena kalah perang, melainkan karena hilangnya daya resistensi yang berasal hanya dari pelestarian kemurnian rasial. Karena semua yang secara rasial tidak murni hanyalah sisa-sisanya.89
Hitler percaya bahwa begitu ras-ras rendahan telah rampung dilenyapkan, umat manusia akan menghargainya atas perkembangan ini. Terinspirasi oleh Darwin, Hitler menggambarkan kaum muda dari “ras superior” yang ingin ia ciptakan dalam ucapannya:
Pendidikan yang aku terapkan sangat keras. Aku menginginkan kaum muda yang kuat, mengagumkan, bengis dan tak kenal takut… Tidak boleh ada yang lemah atau lunak tentang mereka. Kebebasan dan kebanggaan milik binatang liar harus terpancar dari mata mereka… Beginilah aku akan mencabut penjinakan manusia selama ribuan tahun. 90
Nazism's Evil Scientists
Nazism's Evil Scientists
The Nazi Doctors and the Nuremberg Code
The Nazis used medical science as a tool towards the fulfillment of their racist ideologies. Nazi scientists measured skulls in order to demonstrate racial superiority. The most horrific "service" they offered the new Germany was the killing of the sick and handicapped, in accordance with the theory of eugenics.
In their book The Nazi Doctors and the Nuremberg Code, the American historians Michael Grodin and George Annas, write of the murders committed by Nazi doctors in accordance with their belief in Social Darwinism. (Right)
Namun, bagaimana cara Hitler menciptakan “kaum muda yang kuat, mengagumkan, bengis dan tak kenal takut” ini? Cara-cara propaganda saja tidak akan memadai. Teori rasial Nazi memandang manusia sebagai suatu spesies binatang, dan menganggap bahwa kualitasnya dapat ditingkatkan dengan metode-metode serupa dengan yang digunakan oleh para peternak.
German people
Young women selected to give birth to "pure babies" to the German people illegitimately.
German people
A group of women in a Nazi breeding farm, offering the Nazi salute.
German people
"HUMAN BREEDING" FARMS
Women who were thought to possess "superior race" features (blue eyes, blonde, well-built) were selected by the Nazis and placed in special houses where they were impregnated over and over by Nazi officers. By these means, Hitler intended to produce a superior race.
Oleh karena itu, Nazi menganut teori “egenetika” dan menggiatkan implementasinya. Sebagaimana dibahas sebelumnya dalam buku ini, egenetika merupakan sebuah kebijakan yang menginginkan “peningkatan kualitas manusia”, yang berasal dari Sparta, kota pagan zaman Yunani kuno. Egenetika dihidupkan kembali oleh sepupu Charles Darwin, Francis Galton, pada abad ke-19. Ernst Haeckel menjelaskan bagaimana egenetika dapat dilakukan serta membela pembunuhan bayi cacat sejak saat kelahiran. Ia juga menyatakan bahwa orang yang sakit-sakitan, dan yang lemah atau cacat mental harus dimandulkan.
Kaum Nazi bersegera melaksanakan kebijakan yang tidak berperikemanusiaan ini. Ketika mereka mulai berkuasa pada tahun 1933, mereka memberlakukan undang-undang “kesehatan rasial”. Berdasarkan undang-undang ini, orang yang cacat mental dan yang sakit harus disterilkan, untuk mencegah mereka berketurunan. Mereka bahkan dipisahkan dari masyarakat, dan untuk itu, dikumpulkan bersama di tempat-tempat khusus. Nazi membangun tempat-tempat ini sesegera mungkin, dan membuang banyak orang ke sana. Mereka diperlakukan layaknya binatang. Pada dua tahun pertama pelaksanaan, Dewan Kesehatan Hereditas Nazi mengkaji hampir 80.000 pengajuan untuk mensterilkan orang, dan menyetujui sebagian besar petisi ini. 91
Perlahan-lahan, kebijakan egenetika Jerman menjadi semakin kejam, dan berujung pada “euthanasia” besar-besaran terhadap mereka yang terbelakang, gila, dan tak diinginkan. Dengan kata lain, orang-orang ini dibunuh. Film-film dan foto-foto tentang periode ini memperlihatkan tragedi pembunuhan terhadap orang-orang yang sakit secara mental maupun fisik, dengan penyuntikan racun oleh para dokter Nazi. Orang lanjut usia maupun anak-anak menjadi korban kekejaman ini.
Sembari terus menerus melakukan kebiadaban ini dengan berani, Nazi Jerman juga mendorong “egenetika positif”, yang menganjurkan perkawinan laki-laki dan perempuan Aria untuk melahirkan anak-anak yang diyakini oleh pejabat-pejabat Nazi akan diberkahi gen-gen unggul.92 Demi pemikiran ini, wanita-wanita terpilih dengan ciri-ciri “ras unggul” yang penting (berambut pirang, kuat, dan bermata biru) bahkan ditempatkan di rumah-rumah khusus, untuk dibuahi oleh sebanyak mungkin tentara Nazi.
Tujuannya adalah untuk menghasilkan sebanyak-banyaknya “ras Aria”, bagaikan mengembangbiakkan sapi atau kuda. Namun, hasilnya sangat mengecewakan para Nazi. IQ anak-anak yang dihasilkan lebih rendah daripada orang tua mereka, dan turun ke arah rata-rata populasi. 93
Hitler mempertahankan kebijakan-kebijakan egenetika dan pemurnian ras ini dengan mengatakan:
Jika setiap tahun Jerman memiliki satu juta anak, dan melenyapkan 700-800.000 yang terlemah, maka hasil akhirnya mungkin adalah peningkatan kekuatan [nasional].94
Dalam sebuah pidato pada tahun 1939, Hitler berargumentasi bahwa demi kesehatan organisme sosial, negara harus mengambil tanggung jawab. “Mari kita mengerahkan segala daya upaya pada yang produktif, bukan pada yang sia-sia.” Di tempat lain ia mendesak, “Bersihkan bumi dari orang-orang disgenetik dengan segala sarana yang ada, sehingga kita dapat menikmati kemakmuran tanah air ini.”95

Kekejaman Holocaust

Kekejaman rasial Nazisme tidak hanya terbatas kepada orang-orang yang dianggap “tidak patut” berada di wilayah Jerman, tetapi ditujukan kepada seluruh dunia. Impian Hitler adalah berdirinya Kekaisaran Jerman yang akan memimpin dunia, dan mempercepat yang disebut “evolusi manusia” dengan cara mensterilkan semua ras “rendahan” di muka bumi ini. Hal ini, sesungguhnya adalah sebuah ramalan Darwin. Dalam buku The Descent of Man, Darwin menulis: “Dalam periode tertentu di masa mendatang, tidak terlalu lama dalam hitungan abad, ras-ras manusia beradab pasti akan hampir memusnahkan dan menggantikan ras-ras tak beradab di seluruh dunia. Pada waktu yang sama, kera anthropomorphous (yang mirip manusia)… tentu akan dimusnahkan.”96 Kewajiban untuk melaksanakan ramalan ini jatuh pada Hitler.
Mengele's Innocent Victims
Mengele's Innocent Victims
One of the most terrible examples of Nazi brutality were the inhumane experiments carried out at the Auschwitz concentration camp by the Nazi officer Josef Mengele. He carried out frightful experiments on victims he chose from among adult and child prisoners, to establish, for example, how much pain or cold the human body could stand. 
Mengele's Innocent Victims
Josef Mengele
Above. Josef Mengele. He was inspired in carrying out his inhuman experiments by his university professor Ernst Rudin, known as one of Germany's most eminent Social Darwinists.
Rencana tersebut mulai dilaksanakan pada tahun 1939. Dengan sejumlah penyerangan mendadak, pertama-tama Hitler menduduki Polandia, kemudian Denmark, Norwegia, Belgia, Belanda, Prancis, Yugoslavia, Yunani, Afrika Utara dan Uni Soviet. Penduduk negara-negara yang diduduki menjadi korban kekejaman yang mengerikan, terutama mereka yang dikategorikan sebagai “ras rendah” seperti Yahudi, Slavia dan Gipsi. Jutaan orang dikirim ke kamp-kamp untuk dijadikan tenaga budak. Tak lama, kamp-kamp ini kemudian menjadi kamp-kamp pemusnahan, berdasarkan “Final Solution” (Solusi Akhir), yang disesuaikan dengan hasil Konferensi Wannsee yang terkenal, yang dilakukan oleh Hitler dan rekan-rekannya. Kamar-kamar gas yang dirancang khusus untuk membunuh manusia, pertama-tama menggunakan gas karbon monoksida kemudian gas Zyklon B. Dalam pemusnahan yang dilakukan di kamar-kamar gas dan metode-metode lainnya, telah dibunuh dengan brutal 5,5 juta orang Yahudi, 3 juta orang Polandia, hampir 1 juta orang Gipsi, dan ratusan ribu tahanan perang dari berbagai bangsa.
Ernst Rudin
Dr. Ernst Rudin
Salah satu contoh yang paling mengerikan dari kekejaman Nazi adalah berbagai eksperimen tak berperikemanusiaan yang dilakukan oleh perwira Nazi Josef Mengele terhadap para tahanan dalam kamp konsentrasi di Auschwitz. Orang-orang dewasa dan anak-anak yang terpilih dari para tahanan digunakan Mengele sebagai “kelinci percobaan” dalam eksperimen-eksperimen menakutkan untuk menguji ketahanan tubuh manusia terhadap panas dan dingin yang ekstrem. Orang-orang dipaksa masuk ke dalam air yang penuh es pada cuaca musim dingin yang menggigit, untuk mengetahui berapa lama mereka mampu bertahan hidup sebelum membeku. Mengele juga diketahui melakukan operasi terhadap korban-korbannya tanpa pembiusan sedikit pun, dan mereka dibedah dalam keadaan sepenuhnya sadar. Eksperimen Mengele yang paling kejam menimpa orang-orang kembar yang masuk ke kamp. Mengele memisahkan semua orang kembar ini dari penghuni kamp lainnya dan mengukur pengaruh faktor-faktor fisik dengan melaksanakan berbagai eksperimen yang berbeda terhadap mereka. Metode yang digunakannya luar biasa biadab. Ia menyuntik orang-orang kembar dengan darah satu sama lain dan mengukur reaksi mereka, dan umumnya salah satu atau kedua kembar tersebut menderita sakit kepala yang sangat dan suhu badan tinggi. Juga karena ingin mengukur apakah warna mata dapat ditukar atau tidak secara fisik, Mangele menyuntikkan tinta biru ke dalam mata orang kembar.
Buchenwald concentration camp
A terrible holocaust was carried out against the Jews, Gypsies, Poles and prisoners of war from other nations in the concentration camps set up by the Nazis during the war. These pictures were taken by the American troops who liberated the Buchenwald concentration camp, and are gruesome proof of the Nazi holocaust.
Semua korban ini sangat menderita, dan banyak di antaranya menjadi buta. Anak-anak kecil diinjeksi dengan bermacam-macam penyakit untuk mengamati berapa lama mereka dapat bertahan hidup karenanya. Banyak anak-anak tak berdosa yang disiksa oleh monster Nazi Mangele, dan berujung dengan cacat atau kematian.
nazi vahşeti
The Savagery Of An Ideology That Regard Human Beıngs As "Anımals"
Fascism, which is the political implementation of Social Darwinism, regards human beings as a species of animal, and believes in a ruthless "struggle for survival" between the races. That is why fascists are capable of perpetrating the cold-blooded murders, even genocide, with no exception for women and children. In order to do away with this ideology, people must understand that man is not a species of animal, but a servant of God with obligations towards Him.
Pada akar dari kekejaman luar biasa ini terdapatlah teori Darwinis-fasis yang menganggap manusia sebagai spesies hewan dan sebagian ras manusia sebagai “hewan-hewan yang merugikan”. Suatu pengkajian atas kehidupan Mangele mengungkapkan bahwa dia dididik dalam teori semacam itu. Dalam kajian tentang kehidupan dan kekejaman Mangele, Darwinisme Sosial dari Dr. Ernst Rudin, mentor para dokter Nazi, dibahas sebagai berikut:
Jika mangele sendiri menjadi monster berdarah dingin pada puncak karir Nazinya, dia sudah mempelajari beberapa pemikiran Jerman yang paling kejam. Sebagai mahasiswa, Mangele mengikuti kuliah-kuliah Dr. Ernst Rudin, yang mengemukakan bahwa tidak saja terdapat banyak kehidupan yang tidak layak dijalani, tapi juga bahwa dokter-dokter bertanggung jawab menghancurkan dan menyingkirkan kehidupan semacam itu dari masyarakat banyak. Pandangannya yang mencolok mendapat perhatian Hitler sendiri, dan Rudin dipanggil untuk membantu penyusunan Undang-undang Perlindungan Kesehatan Hereditas, yang disahkan pada tahun 1933, tahun mana Nazi meraih kontrol sepenuhnya atas pemerintahan Jerman. Darwinis Sosial yang tanpa rasa sesal ini ikut berkontribusi bagi dekrit Nazi yang menyerukan sterilisasi terhadap orang-orang yang menunjukkan cacat-cacat seperti: kelemahan pikiran; schizophrenia; depresi berlebihan; epilepsi; kebutaan menurun; tuna wicara; cacat fisik… agar tidak berketurunan dan menodai lebih jauh kelompok gen Jerman…..
Berulang kali dan pada setiap tingkat kebrutalan Nazi, Darwinisme Sosial dapat teramati melongokkan kepalanya yang mengerikan. Inspirasi utama di balik salah satu dari arsitek kebrutalan Jerman yang paling terdepan, Heinrich Himmler, lagi-lagi, tak lain tak bukan adalah konsep-konsep Darwinis tentang “konflik” dan “persaingan untuk hidup”. Saat menjelaskan logika yang disebut “ilmiah” itu, yang digunakannya untuk membenarkan penindasan yang dilakukannya, ia berkata, “hukum alam harus melakukan tugasnya dalam keberlangsungan hidup yang terkuat.” 98
Himmler memandang orang-orang non-Aria, dan bangsa-bangsa seperti Slavia dan Yahudi pada khususnya, sebagai binatang, dan menganggap sangat alamiah untuk melakukan segala jenis kekejaman terhadap mereka. Inilah yang diucapkannya tentang para tahanan wanita Rusia dalam pidatonya pada tanggal 4 Oktober 1943 di hadapan para Pemimpin Grup SS di Poznan:
mussolini
Mussolini often used Darwinist language in his speeches, and believed that peace was harmful to mankind, who could only advance with the use of violence.
Apakah bangsa lain hidup dalam kemakmuran atau binasa karena kelaparan hanyalah penting bagiku sepanjang kita membutuhkan mereka sebagai budak bagi Kultur kita. Apakah 10.000 wanita Rusia jatuh kelelahan atau tidak ketika mereka menggali sebuah parit tank hanyalah penting bagiku sepanjang parit tank itu rampung dikerjakan untuk bangsa Jerman.99
Bahkan Himmler mencemooh rakyat di negara-negara pendudukan yang ingin berperang bersama Jerman:
Dalam waktu singkat, aku membentuk SS Jerman di berbagai negara. Kami segera, mendapat sukarelawan-sukarelawan bagi Jerman dari negara-negara ini. Sejak awal, aku telah mengatakan pada mereka, “Kalian dapat melakukan apa yang kalian suka atau meninggalkan apa yang kalian mau. Aku serahkan sepenuhnya kepada kalian, tetapi kalian boleh yakin, bahwa sebuah SS akan dibentuk di negara kalian, dan hanya ada satu SS di Eropa, dan itulah SS Jerman yang dipimpin oleh Reichsfuehrer-SS... Aku juga telah mengatakan pada anggota-anggota SS sejak awal: Kami tidak mengharapkan kalian untuk menjadi Jerman dari oportunisme. Tapi kami memang mengharapkan kalian untuk mengesampingkan cita-cita nasional kalian demi cita-cita ras dan historis yang lebih besar, demi Reich Jerman.100
Kerugian yang diderita akibat Perang Dunia II, yang dimulai oleh Hitler demi apa yang dinamakan “kedaulatan ras unggul”, sangatlah besar. Lebih dari 55 juta jiwa tewas, yang lebih dari setengahnya adalah rakyat sipil. Kerugian materi pun tak terhitung. Faktor utama yang mendorong kaum Nazi untuk menciptakan bencana ini adalah klaim mereka sebagai “ras berkuasa”. Dan, akar dari klaim itu adalah teori evolusi Darwin.
Benito Mussolini, sekutu terbesar Hitler, juga terpengaruh oleh Darwinisme. Menurut pandangan Mussolini, kekerasan diperlukan demi perubahan sosial. Ia menentang segala bentuk pasifisme dan berulang kali menggunakan istilah-istilah Darwinis dalam pidato-pidatonya. Ia menegaskan bahwa “keengganan Inggris untuk terlibat dalam perang menjadi bukti kemerosotan evolusioner pada Kerajaan Inggris.”101
Kesimpulan yang kita peroleh dari sebuah penelitian terhadap rasisme fasis sudah jelas adanya: Darwinisme adalah ‘pelaku’ tersembunyi di balik kedua rezim fasis dan Perang Dunia II. Mungkin hanya sedikit orang di masa kini yang menyadari hubungan antara realitas-realitas yang merupakan bencana besar ini dengan Darwinisme. Bagaimanapun, telah jelas benar bahwa kaum fasis memperoleh prinsip-prinsip dasar mereka dari Darwinisme. Pada akhirnya, ideologi ini, yang menghubungkan antara penciptaan kehidupan dengan kejadian kebetulan, menambahkan prinsip-prinsip semacam chaos, kekejaman, kebengisan, dan kekuatan adalah kebenaran. Dan selain itu, prinsip konflik terus menerus dalam Darwinisme
Sebaliknya, Allah menciptakan semua ras sederajat, dan sebagaimana telah kita pahami, menyatakan bahwa keunggulan berasal dari rasa takut dan ketaatan kepada-Nya. Sepanjang sejarah, para pemimpin kejam yang mengingkari ketentuan ini semua telah mendapatkan akhir yang serupa.
Sebagaimana dinyatakan di dalam Quran Surat ke-40, ayat 56, mereka yang “tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya,” tidak pernah memperoleh keinginan mereka. Allah berfirman, “Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali,” Di dalam Surat 26, ayat 227, dan menyatakan bahwa orang-orang ini akan menemui akhir yang menghinakan di dunia ini. Dan, akhir yang menanti mereka di alam selanjutnya akan jauh lebih mengerikan:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni mereka dan tidak akan menunjukkan jalan kepada mereka, kecuali jalan ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (QS. An-Nisaa, 4:168-169)

NOTES

78. Wilhelm Reich, The Mass Psychology of Fascism, Farrar, Straus and Giroux, New York, 2000, p. 75 
79. Wilhelm Reich, The Mass Psychology of Fascism, Farrar, Straus and Giroux, New York, 2000, p. 132 
80. James Joll, Europe Since 1870: An International History, Penguin Books, Middlesex, 1990, pp. 102-103 
81. L.H. Gann, "Adolf Hitler: The Complete Totalitarian," The Intercollegiate Review, Fall 1985, p. 24, cited in Henry M. Morris, The Long War Against God, Baker Book House, Michigan, 1996, p. 78. 
82. J. Tenenbaum, Race and Reich, Twayne Pub., New York, 1956, p. 211, cited in Jerry Bergman, "Darwinism and the Nazi race Holocaust," Creation Ex Nihilo Technical Journal, 13 (2): 101–111, 1999. 
83. Peter Chrisp, The Rise of Fascism, Witness History Series, The Bookwright Press, New York, 1991, p.6 
84. R. Hickman, Biocreation, Science Press, Worthington, OH, 1983, pp. 51–52, cited in Jerry Bergman, "Darwinism and the Nazi Race Holocaust", Creation Ex Nihilo Technical Journal, 13 (2): 101–111, 1999. 
85. Wilhelm Reich, The Mass Psychology of Fascism, Farrar, Straus and Giroux, New York, 2000, pp. 75-76. 
86. Wilhelm Reich, The Mass Psychology of Fascism, Farrar, Straus and Giroux, New York, 2000, p. 76. 
87. Hitler's Secret Diaries (April 20, 1945 - May 1, 1945) Translated & Compiled by Sara Jess, University Press, California, 2001. 
88. Ted Howard and Jeremy Rifkin, Who Should Play God?, Dell, New York, 1977, p. 72. 
89. James Larratt Battersby, The Book of Aryan Wisdom and Laws, The Religious and Racial Background, Southport, 1951, p. 58. 
90. Dave Shiflett, "You Mean Hitler Wasn't a Priest?" National Review Online, 21 January 2001. 
91. Philip R. Reilly, "A Look Back at Eugenics", Gene Letter, Vol. 1, No. 3, November 1, 1996. 
92. Philip R. Reilly, "A Look Back at Eugenics", Gene Letter, Vol. 1, No. 3, November 1, 1996. 
93. Jerry Bergman, "Darwinism and the Nazi race Holocaust," Creation Ex Nihilo Technical Journal, 13 (2): 101–111, 1999. 
94. Adolf Hitler's Speech at the annual Party gathering at Nuremberg on August 7, 1929, Völkischer Beobachter, no. 181. 
95. George Grant, Killer Angel, Reformer Press, p. 85. 
96. Charles Darwin, The Descent of Man, The Modern Library, New York, p. 521. 
97. Douglas Lynott "Josef Mengele: The Angel of Death", The Crime Library (http://www.crimelibrary.com/mengele/young.htm) 
98. Francis Schaeffer, How Shall We Then Live?, Revell, N.J, 1976, p. 24B, cited in Henry M. Morris, The Long War Against God, Baker Book House, Michigan, 1996, p. 78. 
99. http://history.hanover.edu/courses/excerpts/ 111him.html 
100. Speech of the Reichsfuehrer-SS Heinrich Himmler at Kharkow April 1943, Nazi Conspiracy and Aggression, Vol. IV. USGPO, Washington, 1946, pp.572-578. 
101. Robert E.D. Clark, Darwin: Before and After, London, Paternoster Press, 1948, p. 115, cited in Henry M. Morris, The Long War Against God, Baker Book House, Michigan, 1996, p. 81. 

Hiç yorum yok:

Yorum Gönder